CARAPANDANG - DBL Indonesia telah eksis selama hampir 20 tahun. DBL menjalankan bisnis olahraga yang membuat liga basket pelajar bertahan selama dua dekade dan menjadi yang terbesar di tanah air. Konsep tersebut dipaparkan oleh Founder DBL Indonesia Azrul Ananda di podcast Jadi Beginu: Azrul Ananda, Privilege, dan Bisnis Olahraga di DBL.
“Filosofi saya bikin DBL itu filsafatnya prestasi adalah cost, partisipasi adalah income. Semakin banyak partisipasi, maka lama kelamaan partisipasi akan membiayai prestasi,” jelas Azrul.
Sejak awal terbentuknya DBL, mereka harus menjadi bisnis yang berkelanjutan (sustainable). Azrul menjelaskan DBL tidak boleh bergantung ke sponsor saja. Untuk itu dibuatkan model bisnis. Disinilah pentingnya peran penonton dan penggemar dalam sebuah liga.
“Penonton diajarkan beli tiket, merchandise, duit itu akan diputar untuk membesarkan olahraganya. Jangan terbiasa meminta sponsor. Sponsor penting tapi benefitnya juga harus clear dan profesional, bukan minta tolong. Nggak sehat kalau yang subsidi berhenti,” lanjutnya.
Berkaca dari NBA sebagai industri bola basket terbesar di dunia, pendapatan terbesar mereka bukan dari sponsor. Melainkan dari penjualan tiket dan merchandise lalu hak siar televisi.