CARAPANDANG - Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Bali meluruskan soal program sertifikasi halal bagi pelaku usaha skala besar, UMKM, hingga pedagang kaki lima diminta agar pelaku kuliner nonhalal jangan mengkhawatirkan peraturan yang belum lama diumumkan itu.
“Tidak perlu khawatir, karena memang kuliner nonhalal tidak termasuk dalam program sertifikasi halal,” kata Kepala Bimas Islam Kanwil Kemenag Bali Abu Siri kepada ANTARA di Denpasar, Sabtu.
Abu Siri meluruskan bahwa program sertifikasi halal yang ditargetkan Kemenag rampung didaftarkan oleh seluruh UMKM hingga pedagang kaki lima paling akhir pada 17 Oktober 2024 bukan untuk usaha nonhalal.
Sebagai informasi, Bali terkenal dengan adat, budaya, tradisi, dan kearifan lokal masyarakatnya, terutama mayoritas umat Hindu.
Dalam upacara persembahan seringkali masyarakat menggunakan hewan contohnya babi yang kemudian dikonsumsi, babi sendiri akhirnya umum dijual para pengusaha kuliner karena sudah menjadi kearifan lokal.
Ia menilai kebijakan Kemenag ini jangan disalahartikan, karena di Bali selama ini proses sertifikasi juga berjalan lancar terhadap usaha kuliner skala besar, UMKM, pedagang kaki lima, atau tempat-tempat penyembelihan yang memang tepat sasaran memenuhi syarat.
“Sertifikasi halal tidak ada unsur paksaan, tetapi kebutuhan pengusaha untuk mencari sertifikat halal,” ujarnya.