“Keputusan pihak keluarga ini menunjukkan adanya dugaan ketidakwajaran dalam proses peradilan. Putusan ini mencederai rasa keadilan dan tidak berpihak pada hak asasi manusia, khususnya hak-hak anak,” ungkapnya.
Menurut Andreas, pengadilan seharusnya mempertimbangkan status terdakwa sebagai anggota kepolisian yang memiliki kewajiban melindungi masyarakat. Dengan putusan bebas terhadap pelaku kekerasan seksual, pengadilan dinilai tidak mendukung perlindungan anak sebagai kelompok rentan.
“Di saat terdakwa telah mencoreng citra institusi kepolisian karena perilakunya, pengadilan justru tidak berpihak kepada korban melalui putusan yang tidak mencerminkan keadilan,” tegas Andreas.
Sebagai pimpinan Komisi III DPR yang membidangi hukum dan hak asasi manusia (HAM), Andreas menekankan perlunya pengawasan lebih ketat terhadap proses peradilan guna memastikan putusan hakim didasarkan pada fakta dan prinsip keadilan, bukan intervensi atau faktor lain yang tidak semestinya.
“Putusan hakim dalam kasus ini semakin menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Tentunya ini harus menjadi perhatian kita bersama untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” ujar legislator dapil NTT I itu.