Andreas juga menegaskan pentingnya sistem peradilan yang memprioritaskan perlindungan hak korban, khususnya anak-anak. Ia mengingatkan bahwa UU Perlindungan Anak dan UU TPKS telah mengatur ancaman hukuman berat bagi pelaku kekerasan seksual sebagai bentuk perlindungan dan efek jera.
“Kami juga berharap Komnas HAM ikut mengawal kasus ini untuk memastikan hak-hak korban benar-benar terpenuhi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Andreas menyebut bahwa Indonesia memiliki berbagai regulasi yang menjamin hak anak, termasuk dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Dalam UU ini ditegaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Hak anak adalah hak asasi manusia yang harus diakui dan dilindungi oleh hukum,” jelasnya.
Ia juga menyoroti bahwa UU TPKS memberikan berbagai jaminan bagi korban kekerasan seksual, mulai dari hak pendampingan, restitusi, pemulihan psikologis, hingga akses terhadap layanan hukum dan kesehatan.
“Negara harus memastikan semua hak ini terpenuhi, termasuk dalam proses hukum yang berjalan. Selain menegakkan keadilan, pemenuhan hak-hak korban juga harus menjadi prioritas dalam mengusut kasus kekerasan seksual,” tegasnya.
Andreas pun meminta JPU untuk bekerja lebih optimal dalam proses kasasi guna memastikan keadilan bagi korban. Ia menilai langkah ini penting sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam memenuhi hak-hak korban.