Analis dari OANDA, Kelvin Wong, mencatat bahwa tren jangka panjang emas masih tetap positif, terutama didukung oleh potensi defisit anggaran AS akibat rencana pemotongan pajak besar-besaran oleh Donald Trump. Namun, menurut Wong, logam mulia ini berada dalam fase korektif jangka menengah, sehingga masih berisiko mengalami tekanan lanjutan dalam waktu dekat.
Secara bulanan, emas mencatatkan penurunan tajam sebesar 3%, menjadikannya penurunan bulanan terburuk sejak September 2023. Euforia pasar pasca kemenangan Trump awal bulan ini mendorong penguatan dolar AS hingga 2% sepanjang November, menghambat reli emas. Meski demikian, pelemahan indeks dolar dalam beberapa hari terakhir memberikan sedikit dorongan bagi logam mulia ini.
Tidak hanya emas, logam mulia lainnya seperti perak, platinum, dan paladium juga mencatatkan pelemahan sepanjang November. Namun, dalam sesi Jumat (29/11/2024), ketiganya berhasil membukukan penguatan moderat, dengan perak naik 0,9% ke US$30,54 per ons, platinum menguat 1,7% ke US$946,83 per ons, dan paladium naik 0,7% ke US$981,63 per ons.
Ke depan, ketidakpastian ekonomi global dan tensi geopolitik diperkirakan tetap menjadi faktor utama yang menjaga daya tarik emas. Namun, investor juga perlu waspada terhadap potensi tekanan dari faktor makroekonomi, termasuk ekspektasi suku bunga The Fed dan penguatan dolar AS yang bisa menekan harga logam mulia ini lebih dalam. (CNBC)