Saat melakukan pendampingan sosial inilah warga yang biasanya membuat gula aren dari hasil penyadap nira dan mengolahnya menjadi gula, diubah oleh Kementerian Sosial. Tidak terlalu sulit mengubah dari kebiasaan membuat gula aren menjadi gula semut, karena bahan bakunya sama dan tersedia melimpah di dusun tersebut. Hanya proses akhirnya saja yang berbeda. Ketika diolah menjadi gula semut, harga jualnya langsung naik tajam. Jika sebelumnya dari hasil mengolah gula aren para perajin hanya mendapatkan penghasilan Rp 500.000 – Rp 700.000 setiap kali mengolah, kini setelah cairan nira diolah menjadi gula semut harganya melonjak tajam menjadi sekitar Rp 2.000.000 dengan bahan baku yang jumlahnya sama. “Tidak sulit pula melakukan pemasaran,” kata Dini, pendamping KAT para pembuat gula semut di Desa Ogotumubu.
Konsumen gula semut sebagian besar kafe-kafe serta hotel berbintang yang membutuhkan gula semut untuk campuran kopi, teh atau makanan lainnya. Para perajin biasanya menyebut gula semut Kemensos karena proses pembuatannya diawali melalui pelatihan dan pendampingan oleh Kemensos. Kini warga merasakan manfaat dari perubahan mengolah gula aren menjadi gula semut karena penghasilan dan kesejahteraan warga meningkat. “Terima kasih Kemensos yang telah banyak membantu dan memberdayakan kami,” kata Asri dengan suara mantap. dilansir kemensos.go.id