CARAPANDANG - Militer Myanmar pada Rabu (31/1) memperpanjang status darurat selama enam bulan, sebuah langkah yang dinilai tepat menjelang peringatan tiga tahun kudeta yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
Badan pengambil keputusan tertinggi Myanmar, Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional, memutuskan untuk memperpanjang status darurat tersebut yang akan berakhir pada Rabu tengah malam.
Langkah itu menangguhkan pemilu yang dijanjikan, menyusul kudeta Februari 2021. Militer sudah beberapa kali memperpanjang status darurat sejak mengambil alih kekuasaan.
Sedikitnya 4.474 warga sipil terbunuh sejak kudeta dan hampir 20.000 orang ditangkap dengan alasan politik, menurut kelompok pengawas setempat Asosiasi Bantuan Tahanan Politik.
PBB menyebutkan bahwa lebih dari dua juta orang juga terpaksa mengungsi akibat kekerasan tersebut.
Pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing mengaku pihaknya tidak dapat mencabut status darurat sebab itu berurusan dengan kelompok etnis bersenjata di seluruh negeri.
Militer masih direpotkan oleh serangan terkoordinasi Oktober tahun lalu yang dilakukan tiga kelompok pemberontak etnis minoritas di Myanmar utara.
Mereka menyerang pasukan junta, penguasa negara mayoritas Buddha tersebut, dan merebut banyak kota serta pos terdepan junta militer.