Mahfud menjelaskan bahwa transaksi mencurigakan mengenai komoditas emas dalam periode 2017 sampai dengan 2019 itu melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan grup perusahaan SB.Grup perusahaan itu diduga bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri.
Penyidik Bea Cukai lalu menduga adanya akta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan Pajak Penghasilan atau PPH Pasal 22 atas emas batangan ex impor seberat 3,5 ton.
Adapun modus kejahatan yang dilakukan yakni dengan mengkondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah menjadi perhiasan dan seluruhnya telah diekspor.
Padahal, berdasarkan data yang diperoleh, emas batangan seberat 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri. Oleh karena itu, perusahaan grup SB itu diduga telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPH Pasal 22.
Di sisi lain, Satgas TPPU juga mengungkap adanya dugaan pelanggaran pidana perpajakan pada kasus Rp189 triliun tersebut. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh Ditjen Pajak Kemenkeu, mengenai perjanjian tentang pengolahan anoda logam/ore dari PT Antam ke perusahaan di bawah group SB yakni PT Loco Montrado pada 2017.
Dokumen itu diduga berkaitan dengan perjanjian kerja sama sebagai kedok Group SB untuk melakukan ekspor barang yang tidak benar.