Sementara itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengingatkan, Ketika tidak ada kekuatan yang mampu menantang atau mempertanyakan kebijakan pemerintah, kebijakan ekonomi yang dihasilkan berpotensi tidak didasarkan pada evaluasi yang menyeluruh, sehingga menghasilkan inefisiensi dalam alokasi sumber daya negara.
"Tanpa oposisi yang efektif, risiko terjadinya korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan meningkat. Pemerintahan yang tidak diawasi cenderung lebih rentan terhadap praktik korupsi, nepotisme, dan pemborosan anggaran," ucap Achmad.
Ia juga menjelaskan, ketika pemerintahan berjalan tanpa adanya oposisi yang kuat karena mayoritas ditarik ke kabinet dapat menimbulkan keraguan terhadap kualitas tata kelola tersebut, yang berujung pada risiko lunturnya keyakinan investor.
"Jika pemerintahan Prabowo berjalan tanpa oposisi, seperti dalam skenario di mana PDIP masuk ke dalam kabinet, dampak ekonominya bisa sangat signifikan. Seperti yang sudah dijelaskan, tanpa adanya oposisi yang kuat, ada risiko besar bahwa pengawasan terhadap kebijakan ekonomi akan berkurang," ucapnya.
"Keputusan ekonomi dapat diambil dengan lebih cepat, tetapi tanpa adanya kritik atau penyeimbang, kebijakan yang dihasilkan mungkin kurang teruji dan tidak melalui mekanisme checks and balances yang diperlukan," tegas Achmad.