Ancaman kekurangan keterampilan digital bukanlah wacana belaka. McKinsey & Company (2022) menyatakan bahwa Indonesia bisa kekurangan hingga 9 juta talenta digital pada 2030. Sementara itu, World Economic Forum (2023) menunjukkan bahwa 74% pekerjaan baru pada dekade ini menuntut keterampilan teknologi menengah hingga tinggi. Bila pendidikan tidak segera bertransformasi, Indonesia hanya akan menjadi konsumen digital abadi, bukan produsen inovasi.
TKA hadir sebagai sistem evaluasi yang tidak lagi hanya menakar daya ingat, tetapi menilai kemampuan berpikir logis, memecahkan masalah, dan menganalisis. TKA juga mencakup semua jalur pendidikan: dari siswa sekolah dasar negeri, madrasah, hingga santri pesantren dan peserta didik PKBM. Sistem ini memberi pijakan yang adil dan menyeluruh — bahwa siapa pun, di mana pun, punya kesempatan untuk diukur dengan standar yang sama.
Sementara itu, pengenalan coding dan AI sejak jenjang dasar membuka gerbang bagi lahirnya entitas digital generasi Indonesia. Anak-anak tidak hanya belajar menulis kode, tetapi juga diajak memahami struktur algoritma, prinsip etika AI, dan bagaimana teknologi memengaruhi kehidupan sosial. Kim (2025) mengingatkan bahwa tanpa pemahaman dasar tentang AI, generasi masa depan akan terasing dari dunia kerja. Stoyanovich (2025) bahkan memperingatkan bahwa jurang digital bisa berubah menjadi jurang sosial yang makin lebar, bila pendidikan tidak dirombak secara inklusif.