Beranda Kolom Ayah dalam Cerita Legenda

Ayah dalam Cerita Legenda

Belasan tahun silam, sekonyong-konyong aku meninggalkan kampung halaman, memutuskan selekas-lekasnya pergi tinggalkan Desa, kawan, cerita naik gunung.

0
Belasan tahun silam, sekonyong-konyong aku meninggalkan kampung halaman, memutuskan selekas-lekasnya pergi tinggalkan Desa, kawan, cerita naik gunung.

Tumpangi bus, perlu waktu tiga hari tiga malam untuk sampai ke Kota. Tibalah waktunya aku berangkat, di ujung kelopak mata ayah aku melihat berkaca. Memangnya kenapa? Aku kebingungan menatap dan bertanya pada mereka, ayah tampak semakin sedih, pancaran sinar mukanya seakan tersirat pesan doa restu. “Perpisahan” ini mungkin sudah menjadi garis hidup kita, tapi lekas pulang ke rumah bila Kota tak ramah lagi ya nak,” suara hati Ayah tebakku.

Tak lain kecuali hal ini mengundang rasa sedih, dan pecah tangisku dengan sesekali menoleh kebelakang. Tapi berjalan impian harus diteruskan, Bingung, terkadang aku menanyakan Tuhan mengapa mengijinkan aku tau dunia kota menyihir aku dengan kerlap-gemerlapnya yang semu.
 
Sembari merenungkan nasib, serasa aku tak mengenal daratan lagi, sudah tiga malam lebih dalam kapal. Buih angin laut mendecit keras kegiranganku. Antara rindu dan harapan, menyeberang dengan kapal yang penuh sesak, terapung-apung dihempas ribut topan yang belum pernah sebelumnya aku rasakan.
 
Waktu kian hening, suatu hari aku pernah bertanya pada ayah, bagaimana caranya mendapatkan makanan pada masa dulu, haruskah ke kota? Rumah kecil kita bagaimana membangunnya? Kerasnya usaha, perasan keringat, kayu-kayu penyangga dinding rumah dijinjingan sendiri dari membelah gunung yang jauh. Semua hasil kegigihan ayah mengarungi laut demi mendapatkan sesuap makan untuk membesarkan aku beserta 5 kakak dan 1 adikku.

  • Tags

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here