Aturan tersebut memicu kekhawatiran akan lahirnya konflik horizontal, sebagaimana yang telah disuarakan oleh Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) maupun Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Semarang Sanctus Gregorius.
Dikutip dari laman resmi Jatam, Koordinator Jatam Melky Nahar menilai bahwa munculnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang membuka peluang bagi badan usaha milik ormas keagamaan mengelola usaha pertambangan batu bara dapat memicu konflik antarwarga atau antara komunitas warga dengan agama.
Permasalahan serupa juga menjadi sorotan PMKRI dalam pernyataan sikapnya. PMKRI Cabang Semarang Sanctus Gregorius mengatakan perizinan tersebut dapat melahirkan konflik horizontal antar-ormas, baik keagamaan maupun non-keagamaan.
Guna mencegah munculnya konflik tersebut, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono mengatakan bahwa pemerintah akan mengeluarkan peraturan turunan berupa peraturan presiden yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai penawaran WIUPK secara prioritas kepada badan usaha milik ormas keagamaan.