Beranda Ekonomi Kiamat Baru Negara Berkembang: Ramai-Ramai Gagal Bayar Utang

Kiamat Baru Negara Berkembang: Ramai-Ramai Gagal Bayar Utang

Kekurangan likuiditas yang berbahaya dapat terjadi di kelompok negara itu. Hal ini dapat menghambat pembangunan, menghambat mitigasi perubahan iklim, dan memicu ketidakpercayaan terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga Barat.

0
Ilustrasi | Istimewa

Data dari kelompok advokasi nirlaba ONE Campaign menunjukkan bahwa pada tahun 2022, sebanyak 26 negara bahkan telah membayar lebih banyak untuk utang luar negeri daripada jumlah dana yang mereka terima dalam bentuk pembiayaan eksternal baru. Negara-negara yang merasakannya antara lain Angola, Brasil, Nigeria, dan Pakistan.

"Banyak yang pertama kali memperoleh akses ke pinjaman obligasi sekitar satu dekade sebelumnya, yang berarti pembayaran besar jatuh tempo tepat saat suku bunga global naik, sehingga pembiayaan kembali yang terjangkau menjadi tidak terjangkau," muatnya.

ONE memperkirakan aliran tersebut berubah menjadi negatif bersih bagi negara-negara berkembang secara keseluruhan pada tahun 2023. Perkiraan ini juga didukung oleh para ahli di Finance for Development Lab.

"Jaring pengaman keuangan sosial global yang dipimpin IMF tidak lagi cukup dalam," kata Direktur penelitian di Finance for Development Lab, Ishak Diwan, yang juga sempat menjabat di Bank Dunia itu.

Diwan mengatakan bahwa meskipun angka resmi lengkap belum tersedia, transfer negatif bersih untuk tahun 2023 dan 2024 kemungkinan lebih buruk. Ia menyebut pendanaan baru dari IMF, Bank Dunia, dan lembaga multilateral lainnya gagal mengimbangi kenaikan biaya.

Bank Dunia dunia telah mengumumkan keinginannya untuk meningkatkan kapasitas pinjaman sebesar US$30 miliar selama 10 tahun. IMF juga memangkas biaya tambahan, menurunkan biaya bagi peminjam yang paling kewalahan sebesar US$1,2 miliar per tahun.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here