"Kepala saya pening setiap kali mendengar kata ranjau," ujar Ruqia, seorang gadis Afghanistan berusia 15 tahun yang kehilangan salah satu kakinya saat berusia lima tahun akibat ledakan ranjau darat, mengungkapkan kesedihannya karena tidak dapat bermain dengan teman-temannya di luar ruangan.
CARAPANDANG.COM, KABUL, 3 Desember (Xinhua) -- Saat dunia akan memperingati Hari Penyandang Disabilitas Internasional pada Selasa (3/12) untuk menyoroti hak-hak korban perang, warga Afghanistan yang cedera menyatakan kecaman mereka terhadap perang dan bahan peledak sebagai musuh manusia, seraya menyerukan perdamaian abadi di negara mereka yang hancur akibat perang.
"Saya benci ranjau dan benda-benda yang mudah meledak. Kepala saya pening setiap kali mendengar kata ranjau," ujar Ruqia, seorang gadis Afghanistan berusia 15 tahun yang kehilangan salah satu kakinya akibat ledakan ranjau darat, kepada Xinhua di sebuah pusat rehabilitasi yang dikelola oleh Komite Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) di Kabul.
Sambil mengungkapkan kebenciannya terhadap perang dan bahan peledak, Ruqia menceritakan kejadian traumatis yang telah mengubah hidupnya selamanya.
"Waktu itu, saya berusia lima tahun dan sedang dalam perjalanan dari Provinsi Ghor menuju Kabul ketika kendaraan kami menginjak ranjau darat. Ledakan itu membuat kaki saya putus," kenang Ruqia.