CARAPANDANG - Media internasional menyoroti apa yang mereka sebut sebagai darurat demokrasi yang dipicu oleh 'Raja Jawa', serta aksi demonstrasi yang terjadi sebagai bentuk penentangan.
Istilah 'Raja Jawa' menjadi topik hangat setelah disebutkan oleh Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia, dalam pidato kemenangannya.
"Kita harus lebih serius lagi, karena Raja Jawa ini, jika kita tidak serius, bisa berbahaya bagi kita. Saya hanya ingin mengingatkan, jangan main-main dengan hal ini, ini sangat serius," ujar Bahlil di JCC Senayan, Jakarta Pusat, pada hari Rabu (21/8/2024).
The Economist kemudian mengangkat istilah 'Raja Jawa' dalam sebuah artikel berjudul 'The King of Java inflames an Indonesian “democratic emergency”'.
Artikel tersebut, yang diakses pada hari Jumat (30/8/2024), mengaitkan istilah 'Raja Jawa' dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut media tersebut, Jokowi melakukan pengambilalihan partai Golongan Karya atau Golkar dengan terpilihnya Bahlil Lahadalia sebagai Ketua Umum pada 21 Agustus 2024.
The Economist menyatakan bahwa tindakan Jokowi mengingatkan pada taktik politik yang digunakan oleh Presiden kedua Indonesia, Soeharto, yang berkuasa secara otoriter dari tahun 1967 hingga 1998.
Bahlil, yang dikenal sebagai orang dekat Jokowi dan dianggap sebagai pengatur untuk presiden, selain menduduki posisi Ketua Umum Golkar, juga menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).