“Karena tidak ada air, lahan ini sempat saya jadikan ladang, namun hasilnya kurang bagus, mungkin tanahnya hanya cocok untuk sawah. Pendapatan saya turun jauh, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga, tidak ada sisa yang bisa ditabung,” ungkap Firdaus.
Sebagian besar masyarakat di Nagari Jawi-Jawi memang lebih mengandalkan tanaman padi dari pada ladang karena hasil padi lebih banyak dari pada palawija. Dari segi produksi, Firdaus mengaku setiap kali panen, sawah miliknya bisa menghasilan 700 sukek (ukuran padi di Kabupaten Solok). Jika disetarakan dengan berat, hasilnya sekitar 1,1 ton.
menurut Firdaus, dalam satu tahun, tanaman padi bisa panen 3 kali. Kalau berladang, kurang dari itu, bisa hanya 2 kali setahun, harganya pun tidak menentu. Seringkali, tiba-tiba murah, jauh merosot ke bawah.
Dengan hasil itu, Firdaus bisa menyekolahkan tiga anaknya. Beruntung tahun ini sawah sudah bisa diolah kembali. Apalagi tahun ini dirinya sedang butuh biaya besar, anaknya yang nomor dua sedang menyelesaikan kuliah di Universitas Negeri Padang (UNP). Butuh uang banyak untuk wisuda.
"Sekarang dia wisuda, butuh banyak biaya. Kita bisa pinjam dulu, tapi kalau sawah tidak ada air, orang tidak mau meminjamkan uang," ulasnya.
Firdaus menegaskan, keberadaan irigasi Banda Taluak Bawah adalah urat nadi perekonomian di Nagari Jawi-Jawi. Kini Irigasi ini sudah dibangun permanen dan kokoh. Bekas longsoran yang sebelumnya juga dibuatkan tiang beton yang lebih kuat.