Kendati demikian, Mesir membantah telah berkoordinasi dengan Israel terkait pembukaan kembali perlintasan Rafah. Kepada surat kabar harian Israel Haaretz, seorang sumber Mesir mengatakan perlintasan tersebut seharusnya beroperasi seperti saat gencatan senjata sementara yang dimulai pada Januari, yakni terbuka dua arah dan dikelola di sisi Gaza oleh Otoritas Palestina (Palestinian Authority/PA) dengan dukungan dari Misi Bantuan Perbatasan Uni Eropa (European Union Border Assistance Mission). Sumber tersebut menganggap pernyataan Israel sebagai "gertakan yang bertujuan untuk menenangkan unsur-unsur ekstremis di dalam pemerintah Israel."
Apa yang tampak seperti perselisihan teknis ini sebenarnya merupakan perebutan pemerintahan Gaza di masa depan. Roee Kibrik, kepala penelitian di Mitvim, Institut Kebijakan Luar Negeri Regional Israel, berkata, "Sudah cukup jelas bahwa tujuan pemerintah Israel di Gaza adalah untuk melanjutkan perang, meski dalam intensitas rendah, serta untuk mencegah kemajuan rencana Trump dari fase pertama ke fase kedua, yang akan memajukan proses diplomatik yang berpotensi berujung pada pembentukan negara Palestina."
Asap membubung tinggi pascaserangan udara Israel di sebelah timur Gaza City pada 19 April 2025. (Xinhua/Mahmoud Zaki)