Ketua MUI Agam, Dr M Taufik M Ag saat dihubungi pada Jum’at (28/04) menyampaikan dari istilah fiqh, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang yang berhak menerima dalam batas waktu yang ditentukan (haul).
Ia melanjutkan banyak dalil al-Qur’an tentang keniscayaan zakat, seperti zakat untuk orang-orang tertentu (QS. 9: 60). Yang akan berfungsi mensucikan dan memberishkan (QS 9: 103), bahkan Allah mengancam yang tidak mau mengeluarkan harta dengan ancaman luar biasa seperti hartanya dijadikan setrika di akhirat kelak dan digosokkan kepunggung, muka dan perut (QS. 9: 34-35).
“Bahkan ibadah shalat digandengkan dengan perintah zakat ditemukan sebanyak 82 tempat dalam Al-Qur’an (Fiqh Zakat). Jika shalat sebagai tiang agama dan pelaksanaannya murni hubungan vertikal kepada Allah, maka ibadah zakat merupakan perintah Allah yang berhubungan dengan ibadah horizontal sesama manusia. Di antara surat yang menyingkapnya adalah QS. 2: 43, 110; QS. 5: 55, dll,” jelasnya.
Mengenai zakat profesi ia menyebutkan menurut jumhur ulama Madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nisab dan setahun (haul). Namun para ulama’ mutaakhirin seperti Syekh Abdur rahman Hasan, Syeh Muhammad Abu Zahro, Syekh Abdul Wahhab Khallaf, Syekh Yusuf Al- Qardlowi, Syekh Wahbah Az- Zuhaili, hasil kajian majma’ fiqh dan fatwa MUI Nomor 3 tahun 2003 menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya Wajib.