CARAPANDANG.COM, GAZA, 13 Januari (Xinhua) -- Dr. Khaled al-Saidani (51) bergerak dengan hati-hati di antara ranjang rumah sakit di bangsal anak-anak di Rumah Sakit Al-Aqsa, kaki palsu yang digunakannya menjadi bukti nyata dari penderitaan korban perang yang menghancurkan sistem medis Gaza. Baginya, pilihan untuk terus berpraktik sebagai dokter, bahkan setelah kehilangan kakinya akibat serangan udara Israel, bukanlah sebuah pilihan yang memang dia pilih, melainkan sesuatu yang harus dilakukan.
"Ini adalah misi saya," kata Al-Saidani, suaranya tetap terdengar tenang meskipun dirinya kesulitan berjalan di bangsal tersebut. "Meskipun saya menjadi seorang penyandang disabilitas, saya masih memiliki pengalaman medis yang dibutuhkan oleh seluruh komunitas saya."
Serangan udara enam bulan lalu yang merenggut kakinya juga menghancurkan rumahnya di kamp pengungsi al-Bureij serta menewaskan beberapa anggota keluarga. Seperti ribuan warga lainnya di Gaza, Al-Saidani menjadi korban sekaligus harus berperan sebagai perawat (caregiver) dalam perang yang telah menghancurkan kehidupan banyak orang.
"Tanpa pemberitahuan sebelumnya, saya dan keluarga menjadi pengungsi," ungkap Al-Saidani, setiap kata yang diucapkannya dibebani oleh kenangan tersebut. "Namun, yang memperburuk keadaan adalah kenyataan bahwa saya menjadi seorang penyandang disabilitas yang bahkan tidak bisa menolong dirinya sendiri."